Kamis, 26 April 2018

Hatimu Meleleh Dengan Kelembutan

Pagi ini sangat cerah, terlihat ada sekelompok warga Kampung Perkakas yang sedang duduk-duduk di halaman rumah Papak si Kapak. Mereka sedang asyik berbincang bersama untuk persiapan perjalanan mereka ke Kota Bangunan.

“Besok kita berangkat setelah shalat Subuh ya, Teman-teman. Sepertinya perjalan akan memakan waktu yang cukup lama.” Gergaji mengakhiri perbincangan pagi itu.

Setelah dirasa cukup persiapannya, Gergaji, Palu dan Nyala Api pulang ke rumahnya masing-masing. Mereka akan berbenah barang-barang untuk esok hari keberangkatan.

***
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali keempat sahabat itu telah bersiap-siap dan berkumpul di rumah Kapak.

“Mumpung masih pagi, ayo kita berangkat teman-teman!” Gergaji berdiri dan menggendong ranselnya untuk bekal perjalanan ke kota Bangunan.

“Ayo, kita berdoa bersama-sama agar perjalanan ini diberkahi.” Nyala Api mengangkat kedua tangannya yang diikuti oleh ketiga temannya.

“Aamiin …”

Setelah dirasa cukup, mereka segera pergi meninggalkan Kampung Perkakas menuju Kota Bangunan. Perjalanan kali ini untuk menyelesaikan misi membuat gedung bertingkat di sana.

Perjalanan yang sangat panjang, tetapi mereka bersemangat karena mereka mempunyai harapan untuk membangun di kota sana. Tak kenal lelah, mereka berjalan dari satu kampung ke kampung yang lain.

Hingga di suatu tempat dalam perjalanan tersebut,  mereka mereka harus berhenti karena perjalanan mereka terhadang oleh sepotong besi baja yang tergeletak di tengah-tengah jalan. Mereka berusaha menyingkirkan baja tersebut dengan kekuatan mereka masing-masing

“Sini aku bisa menyingkirkannya,” kata Kapak. Pukulan-demi pukulan dihentakkan sangat keras sekali oleh Kapak. Pukulannya menghantam baja yang kuat dan keras itu. Tetapi tiap pukulanya hanya membuat diri Kapak itu semakin tumpul, sehingga ia berhenti kelelahan.

Giliran Gergaji yang maju untuk menaklukan baja itu. “Aku bisa melakukannya,” katanya dengan percaya diri. Dengan gigi-giginya yang tajam, Gergaji itu mulai menggergaji baja tersebut tanpa perasaan. Tetapi alangkah kaget dan kecewanya, bajanya tetap tak bergeming! Justru gigi-giginya yang kini menjadi tumpul dan bahkan beberapa ada yang rontok.

Melihat itu semua, Palu menertawakan kedua temannya yang tidak berhasil mengusir baja dari jalan tersebut. “Hahaha… Biar aku tunjukkan caranya. Baja ini dalam sekejap akan luluh lantak.” Ia dengan kuat memukulkan dirinya ke baja itu. Ternyata baru saja ia memukul,  dirinya malah terpental jauh dan baja itu pun tak berubah.

”Boleh aku coba?” akhirnya Nyala api mengeluarkan suaranya juga. Dari tadi ia hanya memperhatikan ulah ketiga temannya yang menurut dia teramat brutal.

Dengan lemah lembut, Nyala Api melingkarkan diri, memeluk dan mendekapnya erat-erat tidak membiarkan baja itu lepas darinya. Dalam beberapa menit, baja yang keras itupun akhirnya meleleh dan mencair.

Ketiga temannya yang memperhatikan kejadian itu terkagum-kagum. Ternyata tanpa kekerasan, baja yang keras itu meleleh tanpa ampun. Memang, jarang ada yang tahan dengan melawan api cinta kasih sayang yang hangat.

Akhirnya, mereka bisa meneruskan perjalanannya dengan selamat. Mimpi mereka membangun gedung bertingkat tercapai di Kota Bangunan.


#30DEM
#30daysemakmendongeng
#day23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar