Sabtu, 09 Januari 2021

Ekspedisi Pulau Biawak, Indramayu

 

Masih melekat dalam ingatanku, beberapa kenangan tentang ekspedisi ke pulau Biawak bersama tim ekspedisi SM2 (setara kelas VIII atau kelas 2 SMP kalau di sekolah Negeri) Sekolah Menengah (SM) Sekolah Alam Bogor. 


Dini hari sebelum subuh, kami sudah siap dengan peralatan yang lengkap untuk nanti melakukan penjelajahan di sana selama 3 hari. Sesuai namanya, tujuan ekspedisi kali ini adalah pulau Biawak yang secara administratif terletak di Kabupaten Indramayu. 


"Ayo, teman-teman kita bersiap. Rute kali ini kita akan menuju Karangsong. Dari sana kita akan naik perahu nelayan kurang lebih 4 jam untuk sampai pulau tujuan." Suara pak Arif, salah satu teman fasilitator terdengar memakai pengeras suara memberikan arahan. 


"Persiapkan mental dan jangan lupa cek lagi barang bawaannya! Kalau sudah siap, silahkan naik mobil elf untuk menuju Karangsong." Tegas suara pak Arif memberikan instruksi.


Dengan tertib teman-teman kecil seusia kelas 2 SMP itu berbaris rapi menaiki mobil elf. Aku dan bu Anita sebagai pendamping fasilitator akhwat segera ikut mendampingi mereka naik ke mobil. 


Ekspedisi kali ini agak berbeda dengan ekspedisi yang pernah aku ikuti sebelumnya. Biasanya kami sebagai fasilitator pendamping anak-anak, maka kami yang akan mengarahkan semua aktivitas di alam bebas nantinya.  Tetapi, karena ekspedisi kali ini menggandeng tim dari ekspedisi kepanduan Indramayu, maka kami di sini menjadi semi pendamping. Semua akomodasi dan aktivitas di alam bebas tim kepanduan yang akan menghandle. Untuk teman-teman SM, kami yang menghandle jika akan melakukan aktivitas. 


Hati pertama sampai di sana, sekitar pukul 10.00 WIB. Tim segera mendirikan tenda untuk menginap. Kami mendirikan tenda di dekat pantai sebelah dermaga dekat dengan pohon kelapa. 


Pada malam hari, acara diisi dengan pengenalan alam sekitar yang dibawakan oleh pak Sumanto selaku penunggu pulau Biawak tersebut. Dengan penerangan seadanya, kami mendengarkan kisah pulau Biawak. Beliau di pulau ini hanya berdua dengan temannya yang bergantian menjaga. Saat itu, giliran beliau yang menjaga seorang diri, ditemani anjing kecilnya si Frankly. 


Beliau bercerita, kalau di pulau Biawak ini ada mercusuar yang sudah berumur kurang lebih 138 tahun, dibangun pada masa pemerintahan Belanda, dikerjakan oleh orang-orang Indonesia. Kata beliau, untuk membangun mercusuar itu, banyak korban nyawa karena kerja paksa tersebut. Sampai saat ini, mercusuar yang tingginya sekitar 65 meter itu masih kokoh berdiri, masih aktif digunakan,  walaupun telah beberapa kali mengalami perbaikan. 


Menurut beliau lagi, Biawak yang ada di pulau ini beberapa di antaranya bukan Biawak biasa, tetapi Biawak penuh mistis. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggunya. 


Mistis lainnya adalah adanya sumur berwarna merah darah. Menurut pak Manto lagi, sumur itu berwarna merah karena pernah dijadikan tempat ritual seseorang, tetapi ternyata ritualnya gagal. Dengan kejadian itu, tak lama airnya berubah menjadi merah.


Satu lagi, di pulau Biawak itu ada beberapa makam, salah satunya makam syeikh penyebar Islam dari Cirebon dan makam lainnya adalah makan orang Belanda yang pernah tinggal di sana.


To be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar