Minggu, 10 Januari 2021

Ekspedisi Pulau Biawak, Indramayu 2

 ***

Keesokan paginya, acara susur pulau dimulai.  Kami dengan tim kepanduan menyusuri pinggir pulau Biawak dengan berjalan kaki. Setiap regu membawa bekal masing-masing, karena perjalanan akan lumayan panjang dengan luas pulaunya sekitar 120 ha, terdiri dari 80 ha hutan bakau dan 40 ha hutan pantai/darat. 


Oh iya, sepanjang jalan, kami juga berburu hewan laut. Salah satunya, aku belajar berburu rajungan dan bulu babi. Ngeri-ngeri sedap, takut terkena capit atau bulunya. Selain berburu, kami juga melihat-lihat yang diceritakan pak Manto semalam. Ada mercusuar, makam-makam dan sumur merah darah itu. Yang paling ngeri adalah mencoba naik mercusuar yang tingginya 65 meter dengan tangga ulir yang tua berbunyi krek krek seperti mau roboh. Makanya, yang naik dibatasi beberapa orang dulu. Tetapi semua ketakutan itu terbayar dengan pemandangan di atas mercusuar sana. 


Petualangan hari itu ditutup dengan snorkeling bersama dengan dipandu tim kepanduan. Peraturannya semua yang ikut turun, harus berpegangan pada tali pembatas. Jangan lebih dalam. Aku dengan takut-takut ikut turun melihat pemandangan yang indah di sana. Masyaallah. 


Malamnya, kami tidur lebih cepat karena dini hari sudah dijadwalkan akan kembali ke Karangsong, sebelum akhirnya ke Bogor. Kami tidur dengan pulas diiringi deburan ombak dan bulan yang menyinari. 


***

Jam 02.00 WIB kami siap-siap akan melakukan perjalanan kembali ke Bogor. Semua peserta sudah siap dengan carrier masing-masing di pundaknya. 


"Teman-teman yang sudah siap bergerak, segera ke darmaga. Kita akan menunggu perahu di sana, " terdengar suara pak Arif memberikan instruksi untuk teman-teman kecil yang terlihat sudah siap untuk melakukan perjalanan sepagi ini. 


Angin bertiup cukup kencang membuat kami merapatkan jaket, agar tidak kedinginan. Deburan ombak pun tak kalah dahsyatnya bertautan dengan suara angin. Semua peserta sudah siap menunggu kedatangan perahu yang sudah disepakati diawal akan menjemput kira-kira jam 02.00 pagi. Kesepakatan diawal dibuat, karena memang di Pulau Biawak ini sama sekali tidak ada sinyal, tidak mungkin bagi kami untuk menghubungi lagi nelayannya. 



Kami duduk berjejer di dramaga, perahu yang ditunggu belum juga muncul. Cuaca semakin dingin, angin dan deburan ombak semakin dahsyat. Lapar dan kantuk pun tak bisa ditahan. Beberapa teman-teman kecil sudah ada yang tertidur lagi dengan beralaskan carrier, bergelung karena kedinginan. 


Waktu terasa sangat panjang, perahu yang ditunggu pun belum tiba. Waktu hampir mendekati pukul tiga. Sebagian peserta hampir semua tertidur. Aku dan teman-teman fasilitator tidak bisa memejamkan mata. Keadaan sangat gelap, karena tidak ada penerangan di sekitar pantai. 


To be continued..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar