Cetakan keempat, Maret 2008
Penerbit : Al-I’thishom cahaya umat
Jumlah halaman : 121 halaman
Buku saku yang patut kita bawa, sebagai
pengingat kita dalam setiap gerak dan nafas agar selalu ada do’a dan kata yang
harus senantiasa kita panjatkan kepada Allah, sebagai bentuk kebutuhan kita
kepadaNya. Buku kecil nan berisi, yang terdiri dari 6 bab yang dirinci secara
jeli oleh anis matta sang penulis yang puitis J.
Bab 1 Mengapa kita harus berdo’a
·
Ibadah adalah misi hidup kita. Ibadah adalah menjadikan semua gerak kita,
baik gerak fisik maupun gerak jiwa dan pikiran, senantiasa mengarah kepada apa
yang dicintai dan diridhai oleh Allah swt. Ibadah lahir dari keyakinan bahwa
kita adalah ciptaan Allah yang selamanya kita butuh kepadaNya.
Rasa butuh itulah yang terwakili saat kita berdo’a. Do’a adalah perisai
orang mukmin, tiang agama, serta cahaya langit dan bumi. Ibnu Qoyim berkata :
“jika perisai do’amu lebih kuat dari musibah, ia akan menolaknya. Tetapi, jika
musibah lebih kuat dari perisai do’amu maka ia akan menimpamu. Namun, do’a itu
sedikitnya tetap akan mengurangi efeknya. Adapun jika perisai do’amu seimbang
dengan kekuatan musibah, maka keduanya akan bertarung.”
·
Do’a membangun kesehatan mental. Dalam do’a kita menemukan keberkahan hidup
karena semua peristiwa kehidupan yang kita hadapi hanyalah merupakan pertemuan
yang indah, antara kehendak Allah dan kehendak kita.
Bab 2 Seni berdo’a
·
Perjalanan kata memerlukan penyangga yaitu amal shaleh
·
Sujud sang jiwa yaitu menuntut kejujuran dalam berharap, penuh keyakinan
yang hampir-hampir tidak dapat dibedakan dari tuntunan.
·
Ragapun menyertainya yang menuntut pada kesucian diri, menghadap ke kiblat dan
mengangkat kedua tangan saat berdo’a sebagai bentuk paling sempurna dari
permohonan dan rasa butuh.
·
Santun dalam berharap menuntut kita mengawali do’a dengan pujian-pujian,
lalu dilanjutkan dengan shalawat kepada Rasulullah, diikuti dengan istighfar
memohon ampunan atas dosa-dosa kita dan memanggil Allah sesuai dengan makna
permohonan. Selain itu, saat pemilihan waktu, tempat dan momentum yang tepat
juga berpengaruh.
Bab 3 Bersama Allah sepanjang hari
Bab 4 Pada setiap peristiwa kehidupan
kusebut namaMu!
Bab 5 Disini, kutumpahkan semua harapanku
padaMu Ya Allah
Bab 6 Beginilah menjalani hidup dengan
Khusu’
Kini kita menyadari do’a bukanlah pekerjaan
sederhana. Do’a bukanlah kumpulan kata yang kering. Do’a bukanlah harapan yang
dingin. Do’a bukanlah sekadar menengadahkan tangan ke langit. Bukan ! Ternyata
do’a adalah “surat” dari sang jiwa yang senantiasa terpaut pada langit. Do’a
adalah rindu kepada Allah yang tak pernah selesai.
Maka, setiap kata dalam do’a adalah
gelombang jiwa yang getarannya niscaya terdengar ke semua lapisan langit.
Disini tak ada tempat bagi kepura-puraan. Disini tak ada ruang bagi kebohongan.
Begitulah jiwa sang musafir, terus berlari ke perhentian terakhir, ketika
raganya masih berada dalam gerbong kereta waktu. Dengarlah munajat sang
musafir.
“Ya Allah bantulah aku untuk senantiasa
mengingatMu, mensyukuriMu, dan menyembah Mu dengan cara yang baik” (HR. Abu
Dawud dari Muadz bin Jabal)
Demikianlah, hari-harimu akan berlalu
dengan indah saat jiwamu senantiasa terpaut dengan langit. Engkau mulai harimu
dengan do’a
dan mengakhirinya dengan do’a pula.
Allah menginginkan agar kaki kita berjalan
di bumi, namun hati kita senantiasa terpaut pada langit.
-----------------Wallahu ‘alam
----------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar