Senin, 26 Februari 2024

Ekspedisi Pulau Biawak, Indramayu

Di Pulau Biawak


Masih melekat dalam ingatanku, beberapa kenangan tentang ekspedisi ke pulau Biawak bersama tim ekspedisi SM2 (setara kelas VIII atau kelas 2 SMP kalau di sekolah Negeri) Sekolah Menengah (SM) Sekolah Alam Bogor. 


Dini hari sebelum subuh, kami sudah siap dengan peralatan yang lengkap untuk nanti melakukan penjelajahan di sana selama 3 hari. Sesuai namanya, tujuan ekspedisi kali ini adalah pulau Biawak yang secara administratif terletak di Kabupaten Indramayu. 


"Ayo, teman-teman kita bersiap. Rute kali ini kita akan menuju Karangsong. Dari sana kita akan naik perahu nelayan kurang lebih 4 jam untuk sampai pulau tujuan." Suara pak Arif, salah satu teman fasilitator terdengar memakai pengeras suara memberikan arahan. 


"Persiapkan mental dan jangan lupa cek lagi barang bawaannya! Kalau sudah siap, silahkan naik mobil elf untuk menuju Karangsong." Tegas suara pak Arif memberikan instruksi.


Dengan tertib teman-teman kecil seusia kelas 2 SMP itu berbaris rapi menaiki mobil elf. Aku dan bu Anita sebagai pendamping fasilitator akhwat segera ikut mendampingi mereka naik ke mobil. 


Ekspedisi kali ini agak berbeda dengan ekspedisi yang pernah aku ikuti sebelumnya. Biasanya kami sebagai fasilitator pendamping anak-anak, maka kami yang akan mengarahkan semua aktivitas di alam bebas nantinya.  Tetapi, karena ekspedisi kali ini menggandeng tim dari ekspedisi kepanduan Indramayu, maka kami di sini menjadi semi pendamping. Semua akomodasi dan aktivitas di alam bebas tim kepanduan yang akan menghandle. Untuk teman-teman SM, kami yang menghandle jika akan melakukan aktivitas. 


Hati pertama sampai di sana, sekitar pukul 10.00 WIB. Tim segera mendirikan tenda untuk menginap. Kami mendirikan tenda di dekat pantai sebelah dermaga dekat dengan pohon kelapa. 


Pada malam hari, acara diisi dengan pengenalan alam sekitar yang dibawakan oleh pak Sumanto selaku penunggu pulau Biawak tersebut. Dengan penerangan seadanya, kami mendengarkan kisah pulau Biawak. Beliau di pulau ini hanya berdua dengan temannya yang bergantian menjaga. Saat itu, giliran beliau yang menjaga seorang diri, ditemani anjing kecilnya si Frankly. 


Beliau bercerita, kalau di pulau Biawak ini ada mercusuar yang sudah berumur kurang lebih 138 tahun, dibangun pada masa pemerintahan Belanda, dikerjakan oleh orang-orang Indonesia. Kata beliau, untuk membangun mercusuar itu, banyak korban nyawa karena kerja paksa tersebut. Sampai saat ini, mercusuar yang tingginya sekitar 65 meter itu masih kokoh berdiri, masih aktif digunakan,  walaupun telah beberapa kali mengalami perbaikan. 


Menurut beliau lagi, Biawak yang ada di pulau ini beberapa di antaranya bukan Biawak biasa, tetapi Biawak penuh mistis. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggunya. 


Mistis lainnya adalah adanya sumur berwarna merah darah. Menurut pak Manto lagi, sumur itu berwarna merah karena pernah dijadikan tempat ritual seseorang, tetapi ternyata ritualnya gagal. Dengan kejadian itu, tak lama airnya berubah menjadi merah.


Satu lagi, di pulau Biawak itu ada beberapa makam, salah satunya makam syeikh penyebar Islam dari Cirebon dan makam lainnya adalah makan orang Belanda yang pernah tinggal di sana. 


***

Keesokan paginya, acara susur pulau dimulai.  Kami dengan tim kepanduan menyusuri pinggir pulau Biawak dengan berjalan kaki. Setiap regu membawa bekal masing-masing, karena perjalanan akan lumayan panjang dengan luas pulaunya sekitar 120 ha, terdiri dari 80 ha hutan bakau dan 40 ha hutan pantai/darat. 


Oh iya, sepanjang jalan, kami juga berburu hewan laut. Salah satunya, aku belajar berburu rajungan dan bulu babi. Ngeri-ngeri sedap, takut terkena capit atau bulunya. Selain berburu, kami juga melihat-lihat yang diceritakan pak Manto semalam. Ada mercusuar, makam-makam dan sumur merah darah itu. Yang paling ngeri adalah mencoba naik mercusuar yang tingginya 65 meter dengan tangga ulir yang tua berbunyi krek krek seperti mau roboh. Makanya, yang naik dibatasi beberapa orang dulu. Tetapi semua ketakutan itu terbayar dengan pemandangan di atas mercusuar sana. 


Petualangan hari itu ditutup dengan snorkeling bersama dengan dipandu tim kepanduan. Peraturannya semua yang ikut turun, harus berpegangan pada tali pembatas. Jangan lebih dalam. Aku dengan takut-takut ikut turun melihat pemandangan yang indah di sana. Masyaallah. 


Malamnya, kami tidur lebih cepat karena dini hari sudah dijadwalkan akan kembali ke Karangsong, sebelum akhirnya ke Bogor. Kami tidur dengan pulas diiringi deburan ombak dan bulan yang menyinari. 


***

Jam 02.00 WIB kami siap-siap akan melakukan perjalanan kembali ke Bogor. Semua peserta sudah siap dengan carrier masing-masing di pundaknya. 


"Teman-teman yang sudah siap bergerak, segera ke darmaga. Kita akan menunggu perahu di sana, " terdengar suara pak Arif memberikan instruksi untuk teman-teman kecil yang terlihat sudah siap untuk melakukan perjalanan sepagi ini. 


Angin bertiup cukup kencang membuat kami merapatkan jaket, agar tidak kedinginan. Deburan ombak pun tak kalah dahsyatnya bertautan dengan suara angin. Semua peserta sudah siap menunggu kedatangan perahu yang Masih melekat dalam ingatanku, beberapa kenangan tentang ekspedisi ke pulau Biawak bersama tim ekspedisi SM2 (setara kelas VIII atau kelas 2 SMP kalau di sekolah Negeri) Sekolah Menengah (SM) Sekolah Alam Bogor.


Dini hari sebelum subuh, kami sudah siap dengan peralatan yang lengkap untuk nanti melakukan penjelajahan di sana selama 3 hari. Sesuai namanya, tujuan ekspedisi kali ini adalah pulau Biawak yang secara administratif terletak di Kabupaten Indramayu.


"Ayo, teman-teman kita bersiap. Rute kali ini kita akan menuju Karangsong. Dari sana kita akan naik perahu nelayan kurang lebih 4 jam untuk sampai pulau tujuan." Suara pak Arif, salah satu teman fasilitator terdengar memakai pengeras suara memberikan arahan.


"Persiapkan mental dan jangan lupa cek lagi barang bawaannya! Kalau sudah siap, silahkan naik mobil elf untuk menuju Karangsong." Tegas suara pak Arif memberikan instruksi.


Dengan tertib teman-teman kecil seusia kelas 2 SMP itu berbaris rapi menaiki mobil elf. Aku dan bu Anita sebagai pendamping fasilitator akhwat segera ikut mendampingi mereka naik ke mobil.


Ekspedisi kali ini agak berbeda dengan ekspedisi yang pernah aku ikuti sebelumnya. Biasanya kami sebagai fasilitator pendamping anak-anak, maka kami yang akan mengarahkan semua aktivitas di alam bebas nantinya. Tetapi, karena ekspedisi kali ini menggandeng tim dari ekspedisi kepanduan Indramayu, maka kami di sini menjadi semi pendamping. Semua akomodasi dan aktivitas di alam bebas tim kepanduan yang akan menghandle. Untuk teman-teman SM, kami yang menghandle jika akan melakukan aktivitas.


Hati pertama sampai di sana, sekitar pukul 10.00 WIB. Tim segera mendirikan tenda untuk menginap. Kami mendirikan tenda di dekat pantai sebelah dermaga dekat dengan pohon kelapa.


Pada malam hari, acara diisi dengan pengenalan alam sekitar yang dibawakan oleh pak Sumanto selaku penunggu pulau Biawak tersebut. Dengan penerangan seadanya, kami mendengarkan kisah pulau Biawak. Beliau di pulau ini hanya berdua dengan temannya yang bergantian menjaga. Saat itu, giliran beliau yang menjaga seorang diri, ditemani anjing kecilnya si Frankly.


Beliau bercerita, kalau di pulau Biawak ini ada mercusuar yang sudah berumur kurang lebih 138 tahun, dibangun pada masa pemerintahan Belanda, dikerjakan oleh orang-orang Indonesia. Kata beliau, untuk membangun mercusuar itu, banyak korban nyawa karena kerja paksa tersebut. Sampai saat ini, mercusuar yang tingginya sekitar 65 meter itu masih kokoh berdiri, masih aktif digunakan, walaupun telah beberapa kali mengalami perbaikan.


Menurut beliau lagi, Biawak yang ada di pulau ini beberapa di antaranya bukan Biawak biasa, tetapi Biawak penuh mistis. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggunya.


Mistis lainnya adalah adanya sumur berwarna merah darah. Menurut pak Manto lagi, sumur itu berwarna merah karena pernah dijadikan tempat ritual seseorang, tetapi ternyata ritualnya gagal. Dengan kejadian itu, tak lama airnya berubah menjadi merah.


Satu lagi, di pulau Biawak itu ada beberapa makam, salah satunya makam syeikh penyebar Islam dari Cirebon dan makam lainnya adalah makan orang Belanda yang pernah tinggal di sana.


***

Keesokan paginya, acara susur pulau dimulai. Kami dengan tim kepanduan menyusuri pinggir pulau Biawak dengan berjalan kaki. Setiap regu membawa bekal masing-masing, karena perjalanan akan lumayan panjang dengan luas pulaunya sekitar 120 ha, terdiri dari 80 ha hutan bakau dan 40 ha hutan pantai/darat.


Oh iya, sepanjang jalan, kami juga berburu hewan laut. Salah satunya, aku belajar berburu rajungan dan bulu babi. Ngeri-ngeri sedap, takut terkena capit atau bulunya. Selain berburu, kami juga melihat-lihat yang diceritakan pak Manto semalam. Ada mercusuar, makam-makam dan sumur merah darah itu. Yang paling ngeri adalah mencoba naik mercusuar yang tingginya 65 meter dengan tangga ulir yang tua berbunyi krek krek seperti mau roboh. Makanya, yang naik dibatasi beberapa orang dulu. Tetapi semua ketakutan itu terbayar dengan pemandangan di atas mercusuar sana.


Petualangan hari itu ditutup dengan snorkeling bersama dengan dipandu tim kepanduan. Peraturannya semua yang ikut turun, harus berpegangan pada tali pembatas. Jangan lebih dalam. Aku dengan takut-takut ikut turun melihat pemandangan yang indah di sana. Masyaallah.


Malamnya, kami tidur lebih cepat karena dini hari sudah dijadwalkan akan kembali ke Karangsong, sebelum akhirnya ke Bogor. Kami tidur dengan pulas diiringi deburan ombak dan bulan yang menyinari.


***

Jam 02.00 WIB kami siap-siap akan melakukan perjalanan kembali ke Bogor. Semua peserta sudah siap dengan carrier masing-masing di pundaknya.


"Teman-teman yang sudah siap bergerak, segera ke darmaga. Kita akan menunggu perahu di sana, " terdengar suara pak Arif memberikan instruksi untuk teman-teman kecil yang terlihat sudah siap untuk melakukan perjalanan sepagi ini.


Angin bertiup cukup kencang membuat kami merapatkan jaket, agar tidak kedinginan. Deburan ombak pun tak kalah dahsyatnya bertautan dengan suara angin. Semua peserta sudah siap menunggu kedatangan perahu yang sudah disepakati diawal akan menjemput kira-kira jam 02.00 pagi. Kesepakatan diawal dibuat, karena memang di Pulau Biawak ini sama sekali tidak ada sinyal, tidak mungkin bagi kami untuk menghubungi lagi nelayannya.


Kami duduk berjejer di dramaga, perahu yang ditunggu belum juga muncul. Cuaca semakin dingin, angin dan deburan ombak semakin dahsyat. Lapar dan kantuk pun tak bisa ditahan. Beberapa teman-teman kecil sudah ada yang tertidur lagi dengan beralaskan carrier, bergelung karena kedinginan.


Waktu terasa sangat panjang, perahu yang ditunggu pun belum tiba. Waktu hampir mendekati pukul tiga. Sebagian peserta hampir semua tertidur. Aku dan teman-teman fasilitator tidak bisa memejamkan mata. Keadaan sangat gelap, karena tidak ada penerangan di sekitar pantai.


Tiba-tiba dari arah pulau terlihat setitik cahaya mendekati kami. Ternyata beliau adalah pak Manto, yang sejak tadi sepertinya memantau keadaan kami.


"Sepertinya ada badai laut, Pak. Sehingga perahu-perahu itu belum bisa berlayar dari Karangsong. Semoga pagi nanti sudah bisa merapat," kata pak Manto kepada pak Arif.


"Untuk sekarang, Bapak Ibu dan Adik-adik semuanya silahkan beristirahat dulu di pondokan belakang pantai ini. Cuaca tidak memungkinkan untuk istirahat di sini." Ajak pak Manto kepada kami yang memang sudah menggigil kedinginan.


Akhirnya mendekati sekitar pukul 03.30 kami masuk ke pondokan, terpisah antara pondokan putra dan putri. Aku dan bu Anita memandu anak-anak untuk istirahat sejenak di sana, menunggu Subuh juga.


***

Pagi pun datang. Kami segera berkumpul di darmaga, disambut sang mentari dan udara yang mulai menghangat. Ombak juga sudah tidak terlalu besar.


Dalam harap dan ketidakpastian perahu yang akan menjemput kami, kami gunakan untuk ngobrol-ngobrol santai dengan teman-teman kecil. Walaupun masih kelas 2 SMP, mereka mandiri dan tidak manja. Mereka dibesarkan dengan didikan kepemimpinan yang kuat melalui projek-projek yang ada di sekolah.


Jam 09.00 pagi, barulah perahu yang kami nantikan akhirnya datang. Semua peserta bersiap untuk menaiki perahu.


"Teman-teman, Alhamdulillah perahu yang kita nantikan sudah datang. Setiap orang diharuskan memakai pelampung, yang sudah siap silahkan masuk perahu." Pak Arif tak lelah memberikan instruksi untuk kami.


***

Empat jam berlalu, perahu kami tiba di Karangsong. Kami istirahat untuk salat dan makan, sebelum akhirnya kami naik bus untuk kembali ke Bogor.


Kami pesan nasi lengko di warung terdekat. Nasi lengko makanan khas indramayu, merupakan nasi yang ditaburi dengan toge yang direbus air panas, irisan tempe dan tahu, irisan timun, seledri, kecap, kerupuk, bawang goreng dan sambal kacang, ada juga yang ditaburi irisan telur dadar. Dengan keadaan perut yang lapar, rasanya nasi ini begitu enak.


***

Jam 15.00 kami siap untuk kembali ke Bogor dengan menaiki bus umum. Bus Luragung yang biasa membawa penumpang dari Indramayu ke Bogor. Bus tercepat yang pernah kami naiki.


Selamat tinggal Indramayu, pulau Biawak. Terima kasih, kami banyak belajar dan wawasan di sana. Perjalanan yang sangat menyenangkan dan akan selalu dikenang.


"Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bgi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur."(Luqman : 31)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar