Sabtu, 13 Januari 2018

Fitrah Seksualitas Anak, Kaitannya Dengan Mahram Dalam Islam



Diagram Mahram

Ini materi yg kami pilih, mungkin tdk langsung tentang Pendidikan Seksualitas, namun kami yakini penting. Dan masih banyak yg belum ngeh (paham) sehingga sering bablas. 

Kita bahas satu² poinnya ya.

1. Kaitan Pengenalan Mahram Pada Anak Dan Fitrah Seksualitas-nya.

Selama beberapa hari terakhir ini, kita telah berulang kali membaca pemahaman bahwa Fitrah Seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berfikir, merasa dan bersikap sesuai dengan fitrah penciptaan, bail sebagai lelaki sejati atau wanita sejati. 

Lalu apa yg terjadi ketika anak-anak kita sudah dapat dengan yakin/ajeg dengan identitas Seksualnya? Apakah dengan itu fitrah seksualitas-nya sudah sempurna? Tentu belum, karena kunci berikutnya adalah dia harus dapat bersikap dengan benar sesuai identitas seksualnya, termasuk bagaimana bersikap pada teman, keluarga,masyarakat dengan identitas seksual berbeda. Dan dalam agama Islam, hal ini diatur salah satunya dalam Bab Mahram.

2. Mengapa perlu mengenalkan Mahram pada Anak

Agama Islam adalah agama yg syamil. Termasuk dalam mengatur mengenai bagaimana seseorang bersikap dengan lingkungannya, baik yg keluarga ataupun tidak. Dengan mengenalkan Mahram kepada anak, mereka akan mengerti dan bisa menjaga sikap/adab yg benar dengan lawan jenis walaupun masih ada hubungan kekeluargaan.

Hal ini juga dapat mencegah terjadinya pelecehan Seksual pada anak, yg menurut data KPAI, justru banyak dilakukannya oleh keluarga atau orang terdekat. 

http://www.kpai.go.id/berita/tahun-2017-kpai-temukan-116-kasus-kekerasan-seksual-terhadap-anak.

Masih banyak orangtua yg merasa tenang dan longgar saja pengawasan anak-anaknya pada orang-orang yg dianggap masih 'keluarga'. Contoh yg kerap terjadi misalnya membiarkan anak-anak berpakaian seadanya (kaos  dalam-celana dalam) di hadapan keluarga besar. Lalu kemudian ketika pelecehan terjadi, baru orangtua terkaget-kaget dan marah. 😡

3. Pengertian Mahram

Definisi Mahram adalah wanita yg Haram untuk dinikahi (bagi laki2). Atau sebaliknya laki2 yg Haram untuk dinikahi (bagi perempuan). Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran : 

وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا (22) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23) وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). 
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (QS. An Nisa’: 22-24)

Dengan adanya Mahram ini, berlaku pula adab2 yg mengaturnya:

  1. Larangan tidak boleh menikahi laki2/perempuan yg masih Mahram.
  2. Larangan melakukan perjalanan/safar bagi wanita kecuali dengan didampingi mahramnya.T
  3. idak bersalaman dengan non mahram.
  4. Tidak membuka pakaian/perhiasan (sampai batas yg biasa) pada non mahram. Batasan yg dianggap biasa adalah memperlihatkan wajah, selendang, cincin dan anting.
  5. Boleh berkumpul dengan Mahram tanpa adanya pemisah.
  6. Boleh berduaan dengan Mahram (Dan larangan dengan non mahram).
  7. Boleh dipandang selain batas pusar-lutut (laki2) atau dada-lutut (perempuan) dengan Mahram, dan kewajiban menjaga pandangan bagi non mahram.
  8. Dsb

4. Jenis2 Mahram

Adapun Mahram pada prakteknya dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebabnya:

Muabbad (berlaku selamanya). Artinya hubungan yg berlaku selamanya:
1. karena Nasab/keturunan
2. karena Perkawinan

Adalah Mahram yg terjadinya karena adanya pernikahan :
a. Menantu perempuan
b. Ibu Mertua (ibu kandung ataupun ibu tiri)
c. Anak perempuan istri (Anak bawaan).

3. karena persusuan:
Adalah hubungan yg terjadi akibat dari disusuinya seorang Anak  pada wanita selain ibu kandungnya. Terdapatan pendapat mengenai jumlah persusuan yg menyebabkan terjadinya Mahram. Namun pendapat mayoritas adalah 5x persusuan. 
Mahram karena persusuan meliputi:

  • Wanita yg menyusuinyaI
  • Ibu dari wanita yg menyusuinya
  • Ibu Mertua dari wanita yg menyusuinya
  • Saudara perempuan dari wanita yg menyusuinya.
  • Anak perempuan dari wanita yg menyusuinya
  • Keponakan perempuan dari wanita yg menyusuinya 
  • Ipar perempuan dari wanita yg menyusuinya.
  • Istri lain dari suami wanita yg menyusuinya.

Muaqqat (kondisi sementara).
Artinya Ada syarat kondisi tertentu, dan selamat kondisi itu terpenuhi maka menjadi Mahram. Ketika kondisi ya sudah tidak Ada, maka hubungan Mahram pun terputus. Yg termasuk: 
1. Ipar wanita
2. Wanita yg menjadi istri orang lain
3. Wanita kafir
4. Istri yg telah di talak 3 (hingga menikah+cerai dengan lelaki lain)
5. Wanita yg sedang ihram
6. Wanita yg berzina (hingga tobat dan Wanita musyrik

5. Kapan sebaiknya mulai mengajarkan Mahram pada Anak?

Seperti halnya proses Pendidikan Fitrah Seksualitas, pengenalan Mahram pada Anak juga sebaiknya disesuaikan dengan usia Anak. 

1. usia 1-5 tahun, fokus Anak masih mengenal dirinya, anggota tubuh, identitas Seksualnya, peran ayah-ibu, keluarga into.

2. Usia 5-10 tahun (TK-SD), mulai mengenal perbedaan laki2-perempuan, secara fisik, diajarkan until menghargai Dan melindungi dirinya. Sudah mulai mengenali keluarga besar. Ini saat yg tepat untuk mengenalkan Mahram yg bersifat Muabbad (selamanya) karena nasab dan persusuan. 

Cara mengajarkan ya bisa dibarengi dengan pengenalan 'pohon keluarga', dengan menandai tiap anggota keluarga besar dengan status Mahram-non Mahramnya, diharapkan Anak jadi lebih mudah paham.

3. Usia 11 - 14 tahun (SD-SMP), mulai Ada ketertarikan dengan lawan jenis, sehingga pengenalan adab pergaulan dan pemahaman tanggung jawab moralnya perlu diberikan. 

4. Usia >15 (aqil baligh), menjelaskan mahram yg bersifat lebih luas, yg terjadi karena adanya pernikahan dan Mahram Muaqqat. Karena pada usia ini Pendidikan Seksualitas sudah lebih fokus ke persiapan anak menuju pernikahan dan berkeluarga.

Referensi : 

https://muslim.or.id/8481-siapakah-mahram-anda.html

http://dakwahsunnah.com/artikel/fiqhsunnah/91-siapakah-mahram-wanita-muslimah

http://patimahlina.blogspot.co.id/2014/02/makalah-pendidikan-seksual-pada-anak.html?m=1

Buku Bunda Sayang, Seri Professional #1, hal 166-167, Gazzamedia 2013.

Tanya Jawab : 
Pertanyaannya: 

1⃣ Wah jd hubungan menantu mertua itu selama nya ya Bund walaupun anaknya mertua (suami atau istri) Sdh meninggal?

(Bu Ririn)

Jawaban:
Ibu dari istri (ibu mertua). Ibu mertua ini menjadi mahrom selamanya (muabbad) dengan hanya sekedar akad nikah dengan anaknya (tanpa mesti anaknya disetubuhi), menurut mayoritas ulama. Yang termasuk di dalamnya adalah ibu dari ibu mertua dan ibu dari ayah mertua.

#Day8
#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#FitrahSeksualitasAnak


Tidak ada komentar:

Posting Komentar