Selasa, 26 Maret 2024

Ikhlas

Ikhlas


Suara azan asar terdengar merdu di masjid dekat rumah Azzam. Terlihat Azzam sedang berwudhu untuk melaksanakan salat berjamaah di masjid. 

“Bunda, Azzam berangkat ke masjid ya. Assalamu'alaikum.” Azzam mencium tangan bunda yang tersenyum kepadanya. 

“Wa’alaikumsalam. Hati-hati ya, Sayang.” 

***

Selesai berjamaah salat asar, Azzam tidak langsung pulang. Hari ini ada belajar ngaji dengan ustadz Ibrahim. 

Azzam sudah duduk membentuk lingkaran bersama teman-temannya. Ustadz Ibrahim pun sudah duduk bersama anak-anak yang berjumlah sekitar 15 orang-an. 

“Assalamu'alaikum anak salih. Hari ini ustadz mau bercerita tentang buah dari keikhlasan. Ada yang tahu apa itu artinya ikhlas? Ustadz mengedarkan pandangannya ke seluruh murid-muridnya. 

“Beribadah hanya mengharap ridha Allah saja, Ustadz,” jawab Afkar yang duduk di sebelah Azzam. 

“Iya betul, Afkar.” 

“Nah, mari kita dengarkan hadits Rasulullah tentang tiga pemuda yang dengan keikhlasannya, bisa mendapatkan pertolongan Allah.”

Kemudian ustadz Ibrahim membacakan hadits yang artinya sebagai berikut:

“Dari Abu ‘Abdir Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma, katanya: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga orang dari orang-orang sebelum kalian berangkat bepergian. Suatu saat mereka terpaksa mereka mampir bermalam di suatu goa kemudian mereka pun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu dan mereka di dalamnya. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan mereka semua dari batu besar tersebut kecuali jika mereka semua berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan amalan baik mereka.”

Salah seorang dari mereka berkata, “Ya Allah, aku mempunyai dua orang tua yang sudah sepuh dan lanjut usia. Dan aku tidak pernah memberi minum susu (di malam hari) kepada siapa pun sebelum memberi minum kepada keduanya. Aku lebih mendahulukan mereka berdua daripada keluarga dan budakku (hartaku). Kemudian pada suatu hari, aku mencari kayu di tempat yang jauh. Ketika aku pulang ternyata mereka berdua telah terlelap tidur. Aku pun memerah susu dan aku dapati mereka sudah tertidur pulas. Aku pun enggan memberikan minuman tersebut kepada keluarga atau pun budakku. Seterusnya aku menunggu hingga mereka bangun dan ternyata mereka barulah bangun ketika Subuh, dan gelas minuman itu masih terus di tanganku. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka meminum minuman tersebut.”

“Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini.”

“Batu besar itu tiba-tiba terbuka sedikit, namun mereka masih belum dapat keluar dari goa.”

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, lantas orang yang lain pun berdo’a, “Ya Allah, dahulu ada puteri pamanku yang aku sangat menyukainya. Aku pun sangat menginginkannya. Namun ia menolak cintaku. Hingga berlalu beberapa tahun, ia mendatangiku (karena sedang butuh uang). Aku pun memberinya 120 dinar. Namun pemberian itu dengan syarat ia mau tidur denganku (alias: berzina). Ia pun mau. Sampai ketika aku ingin menyetubuhinya, keluarlah dari lisannya, “Tidak halal bagimu membuka cincin kecuali dengan cara yang benar (maksudnya: barulah halal dengan nikah, bukan zina).” 

“Aku pun langsung tercengang kaget dan pergi meninggalkannya padahal dialah yang paling kucintai. Aku pun meninggalkan emas (dinar) yang telah kuberikan untuknya. 

“Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini.”

“Batu besar itu tiba-tiba terbuka lagi, namun mereka masih belum dapat keluar dari goa.”

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, lantas orang ketiga berdo’a, “Ya Allah, aku dahulu pernah mempekerjakan beberapa pegawai lantas aku memberikan gaji pada mereka. Namun ada satu yang tertinggal yang tidak aku beri. Malah uangnya aku kembangkan hingga menjadi harta melimpah. Suatu saat ia pun mendatangiku. Ia pun berkata padaku, “Wahai hamba Allah, bagaimana dengan upahku yang dulu?” Aku pun berkata padanya bahwa setiap yang ia lihat itulah hasil upahnya dahulu (yang telah dikembangkan), yaitu ada unta, sapi, kambing dan budak. 

“Ia pun berkata, “Wahai hamba Allah, janganlah engkau bercanda.” Aku pun menjawab bahwa aku tidak sedang bercanda padanya. Aku lantas mengambil semua harta tersebut dan menyerahkan padanya tanpa tersisa sedikit pun.”

“Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini”.

“Lantas goa yang tertutup sebelumnya pun terbuka, mereka keluar dan berjalan.”

(Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 2272 dan Muslim no. 2743)

“Nah, begitu anak-anakku. Hari ini kita cukupkan saja ya. Besok ustadz akan bercerita dengan lebih jelas. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.”

“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakaatuh.” Kompak semua anak-anak menjawab salam ustadz Ibrahim. 

Setelah selesai mengaji, Azzam pun pulang ke rumahnya dengan perasaan bahagia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar